Friday, March 27, 2015

The Steampunk Mermaid: Chapter 5. A Beautiful Lightning



CORAL DUDUK di kursi rodanya sembari menatap ke luar jendela. Air hujan menerpa jendela kaca yang tertutup rapat itu dan sesekali warna langit gelap di luar sana tampak terkoyak oleh garis-garis perak yang indah. Coral sangat menyukai pemandangan langit di saat hujan, terutama ketika petir tampak merayap-rayap di langit, ia bisa terkagum-kagum selama berjam-jam untuk memandanginya.

         
Ketukan terdengar di pintu kamar membuat Coral menoleh. Dan di ambang pintu kamarnya yang tak tertutup itu tampak Paman Zach.
         
“Melihat petir lagi?” Paman Zach berkata.
         
Coral mengangguk.
         
Pria bertubuh tinggi dan telah berumur itu tetap menjaga bentuk tubuhnya dan memanjangkan rambut gelapnya yang kini mulai memutih. Ia berjalan ke arah Coral. “Bagaimana kau bisa bertemu pria itu?”
         
Coral mengambil sebuah buku dan pena di atas meja di samping jendela kamarnya. Saat itu suara hujan dan guntur yang ribut membuatnya tidak mungkin meniup peluit sebagai alat komunikasi, sebab suara peluitnya tidak akan terdengar dengan jelas. Coral pun menuliskan sesuatu di buku itu.
         
Sands?

“Ya.”

Di Danau. Bukankah dia teman Paman?

“Dia bilang begitu?”
         
Coral menggeleng, lalu kembali menulis.

Dia bukan teman Paman Zach? Jadi, apa dia teman dr. Khan atau Irtes?

“Dia bukan teman siapa pun di pulau ini.”
         
Coral menautkan alisnya. Bukan teman siapa pun? Lalu bagaimana ia bisa menemukan pulau ini?
         
“Jangan terlalu dekat dengannya. Paman mengenalnya dan tahu bagaimana bahayanya dia.”
         
Kalimat paman Zach membuat Coral merasa penasaran akan identitas Sands, namun ia tidak bertanya lebih jauh kepada sang Paman. Ia lebih memilih mengangguk patuh.
         
Paman Zach membungkuk sejenak untuk mengangkat tubuh Coral dari kursi rodanya. Kemudian ia membawa anak gadis kesayangannya itu melintasi kamar yang luas dengan karpet hijau di lantai dan dinding yang dipenuhi lukisan lautan serta langit-langit yang ditutupi lukisan langit cerah dengan awan berarak, melangkah menuju ke tempat tidur yang serupa tenda di lantai sudut ruang.

Setelah meletakkan Coral di tempat tidur di dalam tenda bundar berwarna putih yang dihiasi lampu-lampu kecil berbentuk bintang yang seperti menjalari kabel yang tergantung rapi mengelilingi lengkungan bagian atas langit-langit tenda itu, Paman Zach duduk di depan pintu tenda, dan berkata: “Apa kau tahu, petir yang kausukai itu adalah sobekan langit yang disebabkan oleh palu Dewa Thor demi mencari seorang gadis?”
         
Suasana ini seperti dahulu, seperti saat Coral masih kecil, beginilah jika sang Paman akan memulai sebuah kisah yang amat menarik sebagai kisah pengantar tidur. Sudah lama sekali sejak usia Coral empat belas tahun, Paman Zach tidak pernah menceritakan kisah pengantar tidur untuknya hingga hari ini. Coral memperlihatkan raut wajah penuh minat kepada sang Paman. Ia ingin tahu, apakah kali ini cerita Paman Zach masih menarik seperti dulu?
         
“Petir yang indah itu bukanlah hiasan hujan, bukanlah maha karya yang dibuat oleh sang Dewa Thor untuk menerangi langit saat kelam,” Paman Zach melanjutkan. “Ada seorang gadis, ia adalah gadis paling cerdas dan paling berani di Bumi. Gadis yang sanggup membuat sang Dewa Thor merobek langit untuknya.”
         
Coral meraih bantal berbentuk ikan paus, meletakkan di pangkuannya untuk penyangga sikunya menopang dagunya dengan kedua tangan. Ia penasaran, gadis seperti apa yang bisa membuat sang Dewa merobek langit.
         
“Gadis ini adalah seorang shaman dari suku penakhluk naga yang tinggal di wilayah Kutub Selatan.” Paman Zach memalingkan pandangan ke arah jendela, saat itu cahaya petir menerpa di luar. “Ketika zaman para naga berkuasa, seluruh Bumi dan Langit mengalami masa paling gelap. Saat itu Dewa Loki dari Asgard berhasil memanfaatkan para naga untuk menakhlukan dunia manusia dan mengancam keberadaan para Dewa. Dan Dewa Thor yang dikirim untuk menggagalkan rencana Dewa Loki pun mengalami kegagalan. Dewa Thor diperdaya oleh Loki dengan bantuan seorang shaman penakhluk naga dari Selatan. Dialah gadis itu, yang sanggup membuat Thor merobek langit demi mencarinya. Gadis yang membantu Loki mengalahkan Thor.”
         
Mata Coral melebar. Seorang gadis manusia sanggup mengalahkan sang Dewa Thor?
         
Paman Zach kembali memalingkan pandangan dari jendela ke arah Coral. “Jika kau pikir gadis itu adalah manusia jahat karena memihak Loki, maka kau salah. Sebab ia memiliki alasan hingga ia berpihak pada Loki. Ia ingin mendekati Loki demi menjadi penguasa naga di seluruh dunia.”
         
Paman Zach membuat Coral semakin penasaran kali ini.
         
“Dan, dia berhasil. Setelah dia menunjukkan kepantasannya. Loki memberikannya kekuasaan untuk menguasai naga di seluruh dunia. Sesaat.”
         
Sesaat? Raut wajah Coral bertanya-tanya.
         
“Sesaat Loki membiarkan gadis itu melakukan apa yang diinginkannya. Menjadi penguasa seluruh naga di dunia. Hingga gadis itu melakukan kesalahan―” Paman Zach menghentikan kalimatnya sejenak, kemudian melanjutkan lagi. “Gadis itu mengembalikan kekuatan sang Dewa Thor pada pemiliknya dan mengirim seluruh naga kepada kematian di dasar neraka.”

Paman Zach menggeleng, seolah menyesali apa yang telah dilakukan gadis shaman itu. “Kesalahan besar. Sebab ia kemudian tertangkap oleh Loki dan dikurung di suatu tempat yang tak pernah diketahui keberadaannya oleh siapa pun. Gadis itu tidak pernah ditemukan di mana pun sejak itu, tidak ditemukan di Bumi, tidak pula ditemukan di Langit meski Thor merobek seluruh langit menggunakan petirnya untuk menemukan gadis itu.”
         
Raut wajah Coral sedikit muram karena akhir yang menyedihkan untuk si gadis shaman.
         
Paman Zach tersenyum, lalu menarik selimut di kaki Coral dan menyelimuti tubuh gadis itu hingga dagu. “Saat kau melihat petir itu, jangan pernah mengingat kecerobohan si gadis shaman penakhluk naga yang tidak sabar dan tidak pernah memperhitungkan perbuatannya dengan cermat padahal ia telah memiliki kekuasaan di dalam genggaman tangannya.”
         
Coral mengangguk.
         
“Dan, ingatlah Coral. Ketika kau mengagumi petir yang kau sukai itu. Bahwa ada seorang gadis manusia yang sanggup menjadikan Dewa tertunduk.” Paman Zach mengusap kepala Coral dengan sayang. “Jadilah gadis yang kuat dan bisa menjaga dirimu sendiri dari seluruh dunia ini melebihi si gadis shaman.”

Coral kembali mengangguk. Ia meletakkan telunjuk tangan kanan di bibir, kemudian telapak tangan kanannya yang terbuka menepuk bagian atas kepalan tangan kirinya,  ia mengucapkan satu kata dalam bahasa isyarat. Janji, ucapnya.
         
“Tidurlah,” ujar Paman Zach kemudian. “Kau masih bisa melihat petir itu lagi nanti. Petir itu masih akan ada sampai entah kapan, karena mungkin sang Dewa Thor tidak akan pernah bisa menemukan gadis shaman itu hingga dunia berakhir.”
         
Coral ingin bertanya kenapa, namun Paman Zach telah lebih dulu mengucapkan selamat tidur. Mengecup dahinya dan pergi keluar dari kamarnya.
         
Coral kemudian sendirian di kamarnya, masih menatap ke arah jendela yang sesekali memperlihatkan kilauan cahaya petir yang menyambar. Ia tersenyum. Paman Zach adalah pengarang cerita yang hebat hingga ia tidak peduli apakah kisah yang dikatakan sang Paman sungguh-sungguh adanya ataukah hanya mengada-ada saja.
         
Coral memegang dreamcatcher yang tergantung di pintu tendanya―ia harap tidak bermimpi buruk malam ini. Lalu ia merebahkan tubuhnya di tempat tidurnya yang hangat dan mencoba menutup matanya.

Ada pertanyaan yang menggelayut di kepalanya saat itu. Pertanyaan yang mungkin akan membuatnya memimpikan hal itu karena belum menemukan jawabannya.
         
Kenapa sang Dewa Thor tidak bisa menemukan gadis shaman itu bahkan hingga dunia berakhir nanti? Di mana Dewa Loki menyembunyikan gadis itu?
         
Coral akan menanyakannya kepada Paman Zach nanti, sementara malam ini ia akan membiarkan kisah pencarian sang Dewa Thor memasuki mimpinya.[]

No comments:

Post a Comment